“Ndan…sesuk
tanggal 9-10 Maret melu aku ya neng Jawa Timur”. Begitulah kira-kira pesan
singkat dalam bahasa jawa dari Herlin Pancasilawati, yang tak lain adalah kakakku.
Dalam bahasa Indonesia sekiranya berarti “Ndan, besok tanggal 9-10 Maret ikut
aku ya ke Jawa Timur”. Pesan singkat itu dikirim satu minggu sebelum tanggal
tersebut. Ketika itu aku yang sedang makan di sela istirahat kuliah, sontak
kaget dengan ajakan kakakku itu. Dalam hatiku bertanya-tanya, ada apa ya?. Lalu
aku bertanya kepada kakakku, dan jawabannya adalah ajakan ke Gunung Bromo.
Sebuah pengalaman yang dari dulu ingin aku cicipi. Bagaimana tidak, gunung
Bromo memiliki banyak sekali keunikan, dari kenampakan alam sampai suku asli
yang mendiami, yaitu suku Tengger. Dengan pertimbangan hari itu adalah hari
Sabtu dan Minggu, aku menyetujui ajakan kakakku itu.
Hari demi hari
berganti, sampai akhirnya tiba hari yang kutunggu. Sensasi naik gunung dengan
panorama kaldera di sekelilingnya, dengan kenampakan bukit di sekelilingnya,
serta Gunung Semeru yang nampak dari puncak Gunung Bromo sudah terbayang
dipikiranku, saatnya melepas rutinitas sejenak. Perjalanan dimulai hari Sabtu
pukul 15.00 WIB menggunakan bis. Kata kakakku, kita akan sampai di pemberhentian
bis Bromo pukul 02.00 WIB. Ya…perjalanan yang cukup panjang menurutku.
Peta perjalanan Yogyakarta-Gunung Bromo
Peta perjalanan Yogyakarta-Gunung Bromo
Di
perjalanan aku bisa melihat pemandangan yang memesona. Dari bukit yang
hijau…hingga deretan gedung seolah ingin menunjukkan eksistensinya. Alhamdulillah,
bis yang kami tumpangi tak mengalami hambatan yang berarti, sehingga perkiraan
waktu tiba dapat dipenuhi. Setelah turun dari bis, suhu udara yang dingin mulai
terasa. Tak lama kemudian kami disuguhi minuman kopi yang panas. Pas rasanya untuk menghangatkan badan yang sudah menggigil. Sempat
berpikir bahwa sampai adzan sholat subuh bisa tidur, ternyata kami harus
melanjutkan perjalanan untuk sampai di Gunung Bromo. Dan apakah bisa ditebak
aku dan kakakku menggunakan apa? Mobil
jeep. Hehe, pengalaman pertama juga ini. Sempat mengalami ban bocor di
perjalanan, alhamdulillah sampai di
Gunung Bromo sekitar pukul 04.30 WIB. Aku sudah berada di kaldera yang luas.
Namun perjalanan belum berhenti, kami masih lanjut menuju bukit yang berada di
dekat Gunung Bromo. Untung mobil jeep dan sopir yang mengendarainya lancar melewati jalan berliku dan miringnya mungkin sekitar 80 derajat. Dan
sepertinya aku tahu alasan kenapa tadi masih dini hari, saat nikmatnya tidur,
sudah harus berangkat untuk perjalanan lagi. Alasannya yaitu "Mengejar Matahari".
Aku menengok
ke arah timur, dan yang terlihat adalah warna orange yang mulai muncul. Warna
orange yang mengingatkanku kepada warna kebesaran jurusanku, Geodesi. Keindahan Gunung
Bromo serta kalderanya terlihat dari sini. Tak lupa juga, Gunung Semeru yang
juga nampak. Aku juga mulai menemukan bunga edelweiss. Kata orang bunga edelweiss melambangkan
keabadian. Sebuah bunga yang penuh filosofi. Selain itu aku dan kakakku tak lupa berfoto ria, ber”narsis” ala anak
muda gitu deh,hehe.
Setelah dari
bukit itu, mobil jeep berjalan lagi untuk menuju kaldera Gunung Bromo. Saat itu
matahari sudah mulai tinggi. Pemandangan Gunung Bromo juga semakin dekat.
Mungkin sekitar 2 kilometer aku harus berjalan untuk mencapai puncak gunung itu
dari tempat pemberhentian mobil. Aku niatkan aku harus mampu berjalan dengan
kaki untuk menuju ke puncak itu, walaupun tiap berapa detik pasti ada yang
menawarkan jasa naik kuda. Belum sampai setengah perjalanan, kakakku mulai
tergoda naik kuda, dan akhirnya dia naik kuda, aku tetap jalan kaki. Di kanan
kiri jalur pendakian ada beberapa penjual minuman hangat yang penjualnya adalah
masyarakat Suku Tengger. Setelah sampai di pemberhentian kuda, kakakku
mengajakku untuk menikmati segelas mie seduh. Nikmat sekali rasanya, di
tengah udara yang dingin. Sembari menikmati pemandangan, aku mengajak ngobrol ibu
penjual mie tersebut. Ternyata untuk mencapai lokasi jualannya ini, beliau harus
berjalan selama 2 jam dari perkampungan Suku Tengger. Padahal tubuh beliau
sudah terlihat tua untuk memanggul beban jualannya. Hmmmmm…..satu pelajaran
lagi yang dapat kupetik.
Kemudian aku
dan kakakku melanjutkan perjalanan yang hanya tinggal pendakian tangga menuju
puncak. Haha, ramai sekali ternyata, dan kami harus berjalan desak-desakan
dengan pengunjung lain. Tak lama kemudian kami sampai di puncak, di bibir kawah
Gunung Bromo. Kami menikmati sejenak keindahan alam yang ada di sekeliling
kami. Nampak kepulan asap muncul dari dasar kawah, menambah kehangatan di tengah
udara dingin. Serasa puas…akhirnya sampai juga di puncak Gunung Bromo. Sebuah perjalanan pendakian perdana anak pertama dan anak kedua dari sepasang orang tua. Sempat
terpikir bahwa akan teramat spesial jika aku mengajak adikku yang masih kelas 4
SD, Gilang Cahya Nusantara. Pasti dia akan senang sekali. “Besok dek, suatu saay insyaAllah kakakmu ini akan
mengajak kamu ke sini.”, dalam hati aku bicara.
Setelah puas,
aku dan kakakku kembali ke tempat pemberhentian mobil jeep. Kurang lebih harus
berjalan lagi 2 kilometer. Kali ini kakakku memantapkan diri untuk berjalan
tanpa naik kuda, untuk menemaniku berjalan, hehe. Rasa capai ini sudah terbayar lunas dengan keindahan Gunung
Bromo yang menakjubkan. Aku juga menyempatkan diri untuk merenung sejenak,
betapa indahnya alam Indonesia ini, yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Semakin sadar bahwa aku hanyalah salah satu makhluk kecil yang diciptakannya
yang wajib untuk merawatnya. Ingin rasanya menikmati indahnya alam Indonesia
yang lainnya……
19 April 2013
Bondan Galih Dewanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar