Selasa,
9 Desember 2014, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti,
memperingatkan kepada nelayan Indonesia agar tidak masuk ke wilayah perairan negara
lain. Beliau meminta agar tercipta suatu sistem peringatan yang dapat memberikan peringatan bagi nelayan supaya
tidak masuk ke wilayah negara lain. Susi tak ingin nantinya ada nelayan kecil
Indonesia yang ditangkap karena dituduh mencuri ikan di perairan negara
tetangga. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang
menerapkan
penenggelaman terhadap kapal nelayan asing yang memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Kebijakan tersebut diambil untuk meniadakan pencurian sumber daya kelautan yang merugikan hingga 200 triliun rupiah yang ada di Indonesia. Namun pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan tentunya tak ingin jika Indonesia menjilat ludah sendiri. Dengan kata lain ada nelayan Indonesia yang melanggar batas maritim negara lain.
penenggelaman terhadap kapal nelayan asing yang memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Kebijakan tersebut diambil untuk meniadakan pencurian sumber daya kelautan yang merugikan hingga 200 triliun rupiah yang ada di Indonesia. Namun pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan tentunya tak ingin jika Indonesia menjilat ludah sendiri. Dengan kata lain ada nelayan Indonesia yang melanggar batas maritim negara lain.
Mengenai peraturan yang melegalkan penenggelaman, sebenarnya
telah tertuang dalam Undang-Undang (UU). Indonesia mengatur kebijakan tersebut terdapat pada Pasal 69 UU
No 45 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004. Ayat 1
berbunyi, “Kapal pengawas. Perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan
penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia”, serta ayat 4 berbunyi, “Dalam melaksanakan fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 penyidik dan atau pengawas perikanan dapat
melakukan tindakan khusus berupa
pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing
berdasarkan bukti permulaan yang cukup”.
Berdasarkan aturan-aturan tersebut, Indonesia mempunyai cukup dasar
untuk menghukum nelayan asing yang sengaja melewati batas maritim Indonesia.
Termasuk penenggelaman kapal perikanan berbendera asing yang merupakan tindakan
khusus yang dilakukan oleh kapal pengawas perikanan dalam menjalankan fungsinya
sekaligus sebagai penegak hukum di bidang perikanan. Yang dimaksud dengan “kapal pengawas perikanan” adalah kapal pemerintah yang diberi
tanda tertentu untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang
perikanan.
Teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS)
Perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat orang
berlomba menciptakan inovasi baru, termasuk dalam penentuan posisi. Penentuan
posisi bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi Global Navigation Satelite
System (GNSS). GNSS merupakan teknologi yang digunakan untuk menentukan posisi
atau lokasi di Permukaan bumi. Satelit akan mentransmisikan sinyal dengan
frekuensi tertentu yang berisi data waktu dan posisi yang dapat diambil oleh
penerima yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui lokasi tepat mereka
dimanapun di permukaan bumi. Salah satu teknologi GNSS yang kini banyak dipakai
adalah GPS (Global Positioning System) milik Amerika Serikat. GNSS lain kini
bermunculan seperti GLONASS milik Rusia, Galileo milik Uni Eropa, dan BeiDou
milik China. Kini sudah banyak alat penerima atau receiver, yang dapat
menangkap sinyal dari berbagai merek GNSS tersebut.
Pada awalnya, GNSS digunakan untuk kepentingan militer,
tepatnya digunakan oleh Amerika Serikat dengan GPS-nya. Namun perkembangan
pemanfaatan teknologi GNSS ini berkembang sangat pesat, antara lain untuk
navigasi, pemantauan pergeseran kerak bumi, survey dan pemetaan, geologi, penentuan
kerangka control, hingga sistem pelacak posisi kendaraan. Aplikasi yang mungkin
paling umum bagi masyarakat adalah alat bantu navigasi. Bagi orang awam, GPS
mungkin adalah alat sebesar telepon genggam yang bisa menjadi pemandu arah
dalam perjalanan menggunakan kendaraan.
Berkaitan dengan sistem peringatan kepada nelayan agar tidak
melewati batas maritim, GNSS sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk hal tersebut.
Sistem yang digunakan cukup sederhana. Alat yang digunakan meliputi GPS modulan
(langsung bisa diakses oleh mikrokontroller), mikrokontroller, baterai, dan
alarm peringatan (buzzer/ lampu/ speaker). Mikrokontroller berperan sebagai
otak sistem yang nantinya akan mengakses data dari GPS modulan.
GPS modulan yang dirancang sedemikian rupa bisa menyediakan
data posisi (lintang, bujur, ketinggian), kecepatan, dan lain-lain. Bayangkan
jika GPS jenis ini dibawa oleh nelayan yang sedang beroperasi maka posisi
nelayan tersebut akan senantiasa tercatat karena sistem ini bisa menentukan
posisi lintang dan bujur. Selain
menentukan posisi, sistem ini juga dilengkapi informasi koordinat titik-titik
batas maritm antara Indonesia dengan negara tetangga yang sudah ditetapkan.
Posisi lintang dan bujur yang direkam oleh GPS modulan ini
dibandingkan oleh mikrokontroller dengan posisi titik batas yang sudah
ditetapkan. Dengan demikian, akan dapat ditentukan apakah nelayan tersebut
sudah mendekati garis batas maritim. Apabila sudah melewati toleransi jarak
yang ditentukan, mikrokontroller akan mengirimkan sinyal ke alarm untuk
memberikan peringatan.
Swates (Suwanten Wates)
Sistem ini cukup sederhana dengan harga yang relatif
terjangkau. Untuk pembuatan satu sistem peringatan ini, diperkirakan
membutuhkan biaya kurang dari dua juta rupiah. Biaya tersebut utamanya untuk
membeli alat GNSS. Biaya untuk membeli alat GNSS untuk sistem ini kurang lebih
1 juta rupiah. Sedangkan biaya lain meliputi mikrokontroller 180 ribu rupiah,
dan buzzer 20 ribu rupiah. Pembuatan alat bisa melibatkan mahasiswa yang
berkecimpung di bidang perbatasan dan penentuan posisi, serta elektronika
seperti Teknik Geodesi dan Teknik Elektro. Alat tersebut pernah dibuat oleh 3 mahasiswa UGM yaitu I Made Sapta Hadi, Bagas Lail Ramadhan, dan Imaddudin A Majid, namun belum dibuat massal. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah
tidak perlu kawatir tentang siapa yang akan membuat sistem ini. Seperti sebuah
misi ganda, apabila pemerintah bersedia untuk mewujudkan sistem ini menjadi
masal, tentunya akan sangat membantu mewujudkan keinginan agar nelayan tidak
melewati batas maritim. Selain itu pemerintah juga mengembangkan sumber daya
manusia dalam negeri untuk melindungi nelayan yang sampai saat ini masih kebingungan tentang batas maritim sampai
dimana.
Sistem ini diharapkan cukup efektif untuk mengurangi nelayan
yang melewati batas maritim Indonesia. Sehingga sikap saling menghargai batas
maritim antar negara dapat ditegakkan.
Yogyakarta, 12 Januari 2016
Bondan Galih Dewanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar