Hari itu
mulai petang. Sehari setelah tiba di Kabupaten Kepulauan Sangihe melalui
Pelabuhan Tahuna, saya menuju ke lokasi KKN bersama teman-teman yang lain.
Lokasi dapat dijangkau melalui jalur darat, kemudian melalui jalur laut.
Perjalanan darat dilakukan dari Kota Tahuna hingga Desa Lapango. Beberapa nama
daerah yang dilalui antara lain Kecamatan Manganitu, Kecamatan Tamako, dan
Kecamatan Manganitu Selatan. Jalan yang dilalui memang tidak seperti
jalan-jalan yang biasa saya lalui di Pulau Jawa. Kemungkinan lebar jalan hanya
sekitar 5m, itu pun ada beberapa lokasi yang sangat sempit dan dijatuhi
longsoran tanah. Kesan pertama adalah daerah ini sepertinya akan membuat saya
tidak betah. Namun kesan itu lama-lama hilang oleh pemandangan yang saya lalui
ketika melewati jalanan. Jalan tersebut kebanyakan menyusuri pantai, yang
secara langsung keindahan alam yang disuguhkan begitu indah.
Butuh waktu sekitar 4 jam perjalanan
darat menggunakan “otto” untuk mencapai
Desa Lapango. Otto adalah salah satu alat transportasi di Kabupaten Kepulauan
Sangihe berupa mobil, kalau di Pulau Jawa seperti mobil travel, dengan biaya
40ribu rupiah per orang. Sesampainya di Desa Lapango, kami sudah dijemput oleh
beberapa pemuda asli Desa Bebalang, yaitu Bang Dolvi, Bang Aldhy, Bang Luwing,
dan Bang Basten. Sambutan yang cukup malu-malu oleh mereka pada pertemuan
pertama kali ini. Namun begitu sigapnya mereka menunjukkan sebuah perahu yang
harus kami tumpangi untuk menuju Desa Bebalang. Perahu kurang lebih berukuran
3mx 1,5m milik Opla (sebutan untuk Kepala Desa). Degdegan saat pertama kali
pula menaiki perahu, mengarungi lautan, dengan 1 jam perjalanan. Gelombang
menyambut cukup tinggi, angina menyambut cukup kencang. Alhasil perjalanan laut
menggunakan perahu ini membuat basah kuyup badan kami. Di tengah kedinginan
karena basah kuyup, melihat lautan yang jernih dan biru, yang menjadi rumah
ribuan ikan-ikan indah membuat mata terasa ingin “nyemplung”. Hehe, sambutan
pertama yang cukup hangat, baik dari alamnya maupun masyarakatnya.
Setibanya di
Desa Bebalang, kami di sambut oleh puluhan masyarakat Desa Bebalang yang
berdiri menunggu kami di tepi pantai. Seorang pemuda bernama Bang Indra
berbisiik kepadaku, “Bang, puluhan pemuda sudah digerakkan untuk menyiapkan
pondokan yang akan abang dan teman-teman gunakan selama 2 bulan ke depan.
Silakan masuk”. Hmmm, terimakasih pemuda Bebalang yang sudah begitu baik hati
untuk menyiapkan sekelompok pemuda yang tiba-tiba datang di Desa Bebalang.
Beberapa
saat kemudian, setelah menata tempat tinggal, kami berbincang dengan masyarakat
di muka pondokan. Jumlahnya tidak kurang dari sepuluh. Sesuatu yang tidak saya
sangka sama sekali. Berkenalan dengan beberapa orang seperti Bang Oldhi, Bang
Indra, Bang Ruston, Bang Fritz, Bang Febri, Bang Ance, Bang Fandri, dll. Tak
menyangka bahwa sudah disiapkan sebuah acara sambutan bagi kami, sebagai salam
selamat datang. Acara itu dilaksanakan sekitar pukul 19.00 WITA, berupa makan-makan,
doa-doa bagi kami, serta nyanyian sambutan.
Belum
selesai. Sekitar pukul 22.00 WITA, kami diajak berbincang di rumah pemuda
bernama Bang Ruston yang terletak persis di samping rumah. Malam itu Bang Febri
telah mencari buruan berupa ayam untuk dimasak dan dinikmati bersama-sama.
Waktu itu yang meng-iya-kan hanya saya dan Yesa, sedangkan teman-teman yang
lain sudah kecapekan karena perjalanan panjang yang ditempuh. “Menikmati malam
pertama di Pulau Bebalang tidak lengkap tanpa makan rica ayam yang ‘mahagang’”,
kata Bang Febri. Mahagang adalah Bahasa Sangihe yang berarti pedas. Rasa rica
ayam yang dihidangkan memang pedas sekali, namun nikmat. Yesa juga menemukan
kembarannya di Pulau Bebalang bernama Bang Oldhi. Hehe.
Pulau ini indah Tuhan. Sambutan yang
begitu luar biasa. Masyarakatnya begitu antusias menyambut, deburan angin dan
ombak, serta terbenamnya matahari yang tersenyum menyambut. Kesan pertama
begitu menyentuh hati. Tolong jaga dari tangan-tangan jahil yang sengaja ingin
merusak, dari niat jahat yang hanya berpikir untuk keuntungan semata ya Tuhan.
Yogyakarta, 10 Januari 2016
Bondan Galih Dewanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar