Sekelumit cerita akhirnya mengantarkanku untuk sampai ke
tempat pengabdian masyarakat di kabupaten yang berbatasan dengan kabupaten
paling utara Indonesia, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Berawal dari pembentukan
tim KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang sebenarnya saya terlibat dari awal, di tengah
jalan saya harus keluar dari tim dikarenakan ada dorongan amanah di salah satu
organisasi kampus. Organisasi kampus tersebut saat itu mengalami keinginan
untuk mengubah sistem yang ada. Namun
begitu, singkat kata karena ada suatu kejadian di dalam prosesnya, saya
bimbang, dan dikarenakan posisi saya sebagai mahasiswa, akhirnya saya
memutuskan untuk tidak melanjutkan pencalonan dan memilih untuk KKN. Hal ini
membuat teman-teman di tim KKN Sangihe meminta untuk kembali bergabung dengan
tim. Saya masih mempunyai keinginan kuat untuk mengabdi di Sangihe, sehingga
saya dengan mudah menyanggupi ajakan teman.
Waktu yang
diberikan adalah 2 bulan, Juli sampai Agustus 2015. Di Kabupaten Kepulauan
Sangihe, tim KKN dibagi menjadi 4 kelompok yang ditempatkan di Desa Bebalang,
Desa Batunderang, Desa Lapango, dan Desa Laine. Saya ditempatkan di Desa
Bebalang bersama Singgih, Yesa, Tania, Nadhya, Etik, dan Fatimah. Tim di Desa
Batunderang adalah Ikbal, Mas Harding, Faiz, Asti, Treas, dan Wulan. Tim di
Desa Lapango adalah Sultan, Tile, Fadli, Kuni, Sari, dan Pina. Sedangkan yang
ada di Desa Laine adalah Fuad, Ayin, Ester, Putri, Umar, dan Ridho.
Dua minggu pertama terasa berat.
Pikiran masih ada di Yogyakarta, sementara raga ada di Sangihe. Sejujurnya saya
cukup berat untuk meninggalkan Yogyakarta saat itu. Hal yang menyebabkan saya
merasa berat adalah periode KKN harus melewati Hari Raya Idul Fitri, itu
artinya saya untuk pertama kalinya merayakan hari besar keagamaan tanpa
keluarga. Apalagi berada di tempat yang didominasi oleh masyarakat nasrani,
menjadi pengalaman pertama pula tentunya. Bayang-bayang yang ada di pikiran
adalah masyarakat tidak begitu antusias dalam perayaan. Namun itu salah besar,
masyarakat sangat menghargai perbedaan yang ada. Masyarakat nasrani ikut serta
dalam berbagai kegiatan yang ada, contohnya makan ketupat kuning bersama dan keliling
di berbagai rumah secara bersama.
Semboyan Sangihe adalah Somahe Kai Kehage. Semboyan yang mengandung arti Semakin
besar tantangan yang kita hadapi, semakin gigih kita menghadapi tantangan
sambil memohon kekuatan dari Tuhan, pasti akan beroleh hasil yang gilang gemilang.
Semangat yang ada pada semboyan tercermin pada masyarakatnya. Pekerjaan utama
masyarakat adalah sebagai nelayan, berlayar. Melihat kabupaten Sangihe
merupakan kepulauan, maka tak heran masyarakat lebih memilih pekerjaan
tersebut. Hal ini justru mengingatkan pada sejarah negeri sebagai negeri
maritime dan lagu nenekku seorang pelaut. Pantang menyerah dan gigih merupakan
hal utama yang menjadi modal masyarakat kabupaten ini.
Saya merasa cukup beruntung bisa
menginjakkan kaki di Sangihe. Dari ujung utara sampai selatan, barat sampai timur,
mempunyai keunikan tersendiri. Dari sejarah sebagai lokasi sebagai Negeri
Atlantis, negeri yang sudah maju peradabannya dan tenggelam tertelan tsunami,
hingga keindahan alam yang sungguh luar biasa. Contohnya Desa Bebalang sebagai
surganya snorkeling dan taman laut. Seandainya dikelola dengan baik, masyarakat
Indonesia yang ada di tempat lain bahkan masyarakat dunia pasti ingin merasakan
menjajal berkunjung ke Kabupaten Kepulauan Sangine.
Yogyakarta, 8 Januari 2016
Bondan Galih Dewanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar