Pesisir merupakan wilayah peralihan dan interaksi antara ekosistem
darat dan laut. Wilayah ini sangat kaya akan sumberdaya alam dan jasa
lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir terdiri dari
sumberdaya hayati dan nir-hayati, dimana unsur hayati terdiri atas ikan,
mangrove, terumbu karang, padang lamun dan biota laut lain beserta
ekosistemnya, sedangkan unsur non-hayati terdiri dari sumberdaya mineral dan
abiotik lain di lahan pesisir, permukaan air, di kolom air, dan di dasar laut.
Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan
ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan
kerja, dan pendapatan penduduk. Sumberdaya pesisir tersebut mempunyai
keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka
ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah
sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif. Di sisi lain,
kebutuhan pasar masih terbuka sangat besar karena kecenderungan permintaan pasar
global yang terus meningkat.
Kekayaan sumberdaya tersebut mendorong berbagai pihak terkait
(stakeholders) seperti instansi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk
meregulasi dan memanfaatkannya. Masing-masing pihak terkait tersebut menyusun
perencanaannya tanpa mempertimbangkan perencanaan yang disusun pihak lain,
khususnya di wilayah pesisir yang berkembang pesat. Perbedaan fokus rencana
tersebut memicu kompetisi pemanfaatan dan tumpang tindih perencanaan yang
bermuara pada konflik pengelolaan. Konflik ini semakin berkembang akibat
lemahnya kemampuan Pemerintah dalam mengkoordinasikan berbagai perencanaan
sektor dan swasta. Bila konflik ini berlangsung terus akan mengurangi
efektivitas pengelolaannya sehingga sumberdaya pesisirnya mengalami degradasi
bio-fisik.
Degradasi biofisik sumberdaya pesisir dibeberapa tempat, telah
mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, antara lain: deforestasi hutan mangrove;
rusaknya terumbu karang; merosotnya kualitas taman bawah laut laut; tangkap
ikan lebih (overfishing); terancamnya berbagai spesies biota laut seperti penyu
dan dugong; meningkatnya laju pencemaran; berkembangnya erosi pantai; meluasnya
sedimentasi serta intrusi air laut.
Lahirnya otonomi daerah di wilayah pesisir melalui Undang-Undang
No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD), telah memberi kewenangan
bagi Pemerintah Provinsi untuk mengelola dan mengkoordinasikan pemanfaatan
sumberdaya pesisir sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah
laut. Oleh karena itu perlu sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah agar kebijakan yang diambil dapat benar-benar memberikan manfaat bagi
perkembangan wilayah pesisir.’
Berkaitan dengan pembangunan wilayah pesisir, hendaknya tetap
memperhatikan sumber daya non hayati dan ekosistem yang ada. Sebab pembangunan
akan sia-sia apabila daya perusaknya besar. Dengan kata lain pembangunan yang
dimaksud adalah pembangunan yang tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Akhir-akhir ini heboh dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta yang
ingin menerapkan konsep zonasi di ibukota Negara. Sebenarnya ini merupakan ide
luar biasa yang belum pernah diterapkan di ibukota Negara. Padahal sebagai
ibukota, seharusnya Jakarta menjadi pedoman bagi kota-kota lain di Indonesia
dalam pengelolaannya. Bukan justru memberikan contoh buruk. Sehingga
pengelolaan dengan zonasi menjadi alternative untuk pengelolaan ke depan,apalagi
Jakarta merupakan kota pesisir. Oleh karena itu penerapan zonasi secara segera
merupakan langkah terbaik.
Dalam upaya pelestarian, kita juga harus memperhatikan ekosistem
dan sumber daya non hayati. Berikut penjelasan tentang kedua hal tersebut.
1. Terumbu Karang (Coral Reefs)
Terumbu karang atau coral reefs adalah
ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut penghasil
kapur (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang
hermatipik) khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur. Terumbu karang
bisa dikatakan sebagai hutan tropis ekosistem laut.Ekosistem ini terdapat di
laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting
dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.Salah satu komponen utama
sumber daya pesisir dan laut utama, disamping hutan mangrove dan padang lamun.
Faktor-faktor lingkungan yang berperan di
dalam ekosistem terumbu karang adalah suhu, kedalaman, cahaya, salinitas,
sedimentasi, gelombang dan arus ,serta paparan udara terbuka.
2. Padang Lamun
Lamun (seagrass) merupakan satu-satunya
tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang memiliki dan memiliki rhizoma, daun, dan
akar sejati yang hidup terendam di dalam laut beradaptasi secara penuh di perairan
yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air.Karena pola
hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun
(Seagrass bed), Lamun umumnya membentuk padang lamun yang luas di dasar laut
yang masih dapat dijangkau oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya.
3. Estuaria
Estuaria adalah wilayah pesisir semi tertutup
yang mempunyai hubungan bebas dengan laut terbuka dan menerima masukan air
tawar dari daratan.Sebagian besar estuaria didominasi oleh substrat berlumpur
yang merupakan endapan yang dibawa oleh air tawar dan air laut.Contoh dari
estuaria adalah muara sungai, teluk dan rawa pasang-surut.
Secara fisik dan biologis, estuaria merupakan
ekosistem produktif yang setaraf dengan hutan hujan tropik dan terumbu karang,
karena Estuaria berperan sebagai jebak zat hara yang cepat
didaurulang.Beragamnya komposisi tumbuhan di estuaria baik tumbuhan makro
(makrofiton) maupun tumbuhan mikro (mikrofiton), sehingga proses fotosintesis
dapat berlangsung sepanjang tahun.Adanya fluktuasi permukaan air terutama
akibat aksi pasang-surut, sehingga antara lain memungkinkan pengangkutan bahan
makanan dan zat hara yang diperlukan berbagai organisme estuaria.
4. Mangrove
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi
pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu
tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur.Komunitas
vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah yang cukup mendapat aliran air (tawar),
dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang-surut yang kuat.Karena itu
hutan mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria,
delta dan daerah pantai yang terlindung.
Sedangkan sumber daya non hayati seperti pasir dan sumberdaya
buatan serta jasa-jasa lingkungan yang berupa keindahan panorama alam yang
terdapat di wilayah pesisir.
Yogyakarta, 23 Maret 2015
Bondan Galih Dewanto
Sumber:
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 10/MEN/2002 TENTANG PEDOMAN UMUM
PERENCANAAN PENGELOLAAN PESISIR TERPADU
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,
UU No 1 Tahun 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar