Jumat, 19 April 2013

O…Ternyata Mengejar Matahari

“Ndan…sesuk tanggal 9-10 Maret melu aku ya neng Jawa Timur”. Begitulah kira-kira pesan singkat dalam bahasa jawa dari Herlin Pancasilawati, yang tak lain adalah kakakku. Dalam bahasa Indonesia sekiranya berarti “Ndan, besok tanggal 9-10 Maret ikut aku ya ke Jawa Timur”. Pesan singkat itu dikirim satu minggu sebelum tanggal tersebut. Ketika itu aku yang sedang makan di sela istirahat kuliah, sontak kaget dengan ajakan kakakku itu. Dalam hatiku bertanya-tanya, ada apa ya?. Lalu aku bertanya kepada kakakku, dan jawabannya adalah ajakan ke Gunung Bromo. Sebuah pengalaman yang dari dulu ingin aku cicipi. Bagaimana tidak, gunung Bromo memiliki banyak sekali keunikan, dari kenampakan alam sampai suku asli yang mendiami, yaitu suku Tengger. Dengan pertimbangan hari itu adalah hari Sabtu dan Minggu, aku menyetujui ajakan kakakku itu.
Hari demi hari berganti, sampai akhirnya tiba hari yang kutunggu. Sensasi naik gunung dengan panorama kaldera di sekelilingnya, dengan kenampakan bukit di sekelilingnya, serta Gunung Semeru yang nampak dari puncak Gunung Bromo sudah terbayang dipikiranku, saatnya melepas rutinitas sejenak. Perjalanan dimulai hari Sabtu pukul 15.00 WIB menggunakan bis. Kata kakakku, kita akan sampai di pemberhentian bis Bromo pukul 02.00 WIB. Ya…perjalanan yang cukup panjang menurutku.


                       Peta perjalanan Yogyakarta-Gunung Bromo
 Di perjalanan aku bisa melihat pemandangan yang memesona. Dari bukit yang hijau…hingga deretan gedung seolah ingin menunjukkan eksistensinya. Alhamdulillah, bis yang kami tumpangi tak mengalami hambatan yang berarti, sehingga perkiraan waktu tiba dapat dipenuhi. Setelah turun dari bis, suhu udara yang dingin mulai terasa. Tak lama kemudian kami disuguhi minuman kopi yang panas. Pas rasanya untuk menghangatkan badan yang sudah menggigil. Sempat berpikir bahwa sampai adzan sholat subuh bisa tidur, ternyata kami harus melanjutkan perjalanan untuk sampai di Gunung Bromo. Dan apakah bisa ditebak aku dan kakakku menggunakan apa?  Mobil jeep. Hehe, pengalaman pertama juga ini. Sempat mengalami ban bocor di perjalanan, alhamdulillah  sampai di Gunung Bromo sekitar pukul 04.30 WIB. Aku sudah berada di kaldera yang luas. Namun perjalanan belum berhenti, kami masih lanjut menuju bukit yang berada di dekat Gunung Bromo. Untung mobil jeep dan sopir yang mengendarainya lancar melewati jalan berliku dan miringnya mungkin sekitar 80 derajat. Dan sepertinya aku tahu alasan kenapa tadi masih dini hari, saat nikmatnya tidur, sudah harus berangkat untuk perjalanan lagi. Alasannya yaitu "Mengejar Matahari".
Aku menengok ke arah timur, dan yang terlihat adalah warna orange yang mulai muncul. Warna orange yang mengingatkanku kepada warna kebesaran jurusanku, Geodesi. Keindahan Gunung Bromo serta kalderanya terlihat dari sini. Tak lupa juga, Gunung Semeru yang juga nampak. Aku juga mulai menemukan bunga edelweiss.  Kata orang bunga edelweiss melambangkan keabadian. Sebuah bunga yang penuh filosofi. Selain itu aku dan kakakku tak lupa berfoto ria, ber”narsis” ala anak muda gitu deh,hehe.


Setelah dari bukit itu, mobil jeep berjalan lagi untuk menuju kaldera Gunung Bromo. Saat itu matahari sudah mulai tinggi. Pemandangan Gunung Bromo juga semakin dekat. Mungkin sekitar 2 kilometer aku harus berjalan untuk mencapai puncak gunung itu dari tempat pemberhentian mobil. Aku niatkan aku harus mampu berjalan dengan kaki untuk menuju ke puncak itu, walaupun tiap berapa detik pasti ada yang menawarkan jasa naik kuda. Belum sampai setengah perjalanan, kakakku mulai tergoda naik kuda, dan akhirnya dia naik kuda, aku tetap jalan kaki. Di kanan kiri jalur pendakian ada beberapa penjual minuman hangat yang penjualnya adalah masyarakat Suku Tengger. Setelah sampai di pemberhentian kuda, kakakku mengajakku untuk menikmati segelas mie seduh. Nikmat sekali rasanya, di tengah udara yang dingin. Sembari menikmati pemandangan, aku mengajak ngobrol ibu penjual mie tersebut. Ternyata untuk mencapai lokasi jualannya ini, beliau harus berjalan selama 2 jam dari perkampungan Suku Tengger. Padahal tubuh beliau sudah terlihat tua untuk memanggul beban jualannya. Hmmmmm…..satu pelajaran lagi yang dapat kupetik.
Kemudian aku dan kakakku melanjutkan perjalanan yang hanya tinggal pendakian tangga menuju puncak. Haha, ramai sekali ternyata, dan kami harus berjalan desak-desakan dengan pengunjung lain. Tak lama kemudian kami sampai di puncak, di bibir kawah Gunung Bromo. Kami menikmati sejenak keindahan alam yang ada di sekeliling kami. Nampak kepulan asap muncul dari dasar kawah, menambah kehangatan di tengah udara dingin. Serasa puas…akhirnya sampai juga di puncak Gunung Bromo. Sebuah perjalanan pendakian perdana anak pertama dan anak kedua dari sepasang orang tua. Sempat terpikir bahwa akan teramat spesial jika aku mengajak adikku yang masih kelas 4 SD, Gilang Cahya Nusantara. Pasti dia akan senang sekali. “Besok dek, suatu saay insyaAllah kakakmu ini akan mengajak kamu ke sini.”, dalam hati aku bicara.

Setelah puas, aku dan kakakku kembali ke tempat pemberhentian mobil jeep. Kurang lebih harus berjalan lagi 2 kilometer. Kali ini kakakku memantapkan diri untuk berjalan tanpa naik kuda, untuk menemaniku berjalan, hehe. Rasa capai ini sudah terbayar lunas dengan keindahan Gunung Bromo yang menakjubkan. Aku juga menyempatkan diri untuk merenung sejenak, betapa indahnya alam Indonesia ini, yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semakin sadar bahwa aku hanyalah salah satu makhluk kecil yang diciptakannya yang wajib untuk merawatnya. Ingin rasanya menikmati indahnya alam Indonesia yang lainnya……


19 April 2013
 Bondan Galih Dewanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar