Selasa, 12 Januari 2016

Gunakan Satelit agar Posisi Nelayan Tidak Sulit di Wilayah Perbatasan yang Rumit

Selasa, 9 Desember 2014, Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, memperingatkan kepada nelayan Indonesia agar tidak masuk ke wilayah perairan negara lain. Beliau meminta agar tercipta suatu sistem peringatan yang dapat memberikan peringatan bagi nelayan supaya tidak masuk ke wilayah negara lain. Susi tak ingin nantinya ada nelayan kecil Indonesia yang ditangkap karena dituduh mencuri ikan di perairan negara tetangga. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang menerapkan
penenggelaman terhadap kapal nelayan asing yang memasuki wilayah Indonesia tanpa izin. Kebijakan tersebut diambil untuk meniadakan pencurian sumber daya kelautan yang merugikan hingga 200 triliun rupiah yang ada di Indonesia. Namun pemerintah melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan tentunya tak ingin jika Indonesia menjilat ludah sendiri. Dengan kata lain ada nelayan Indonesia yang melanggar batas maritim negara lain.
Mengenai peraturan yang melegalkan penenggelaman, sebenarnya telah tertuang dalam Undang-Undang (UU). Indonesia mengatur  kebijakan tersebut terdapat pada Pasal 69 UU No 45 Tahun 2009 Perubahan Atas Undang-Undang No 31 Tahun 2004. Ayat 1 berbunyi, “Kapal pengawas. Perikanan berfungsi melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan dalam wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia”, serta ayat 4 berbunyi, “Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 penyidik dan atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa  pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup”.  Berdasarkan aturan-aturan tersebut, Indonesia mempunyai cukup dasar untuk menghukum nelayan asing yang sengaja melewati batas maritim Indonesia. Termasuk penenggelaman kapal perikanan berbendera asing yang merupakan tindakan khusus yang dilakukan oleh kapal pengawas perikanan dalam menjalankan fungsinya sekaligus sebagai penegak hukum di bidang perikanan. Yang dimaksud dengan “kapal pengawas perikanan” adalah kapal pemerintah yang diberi tanda tertentu untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum di bidang perikanan.
Teknologi Global Navigation Satellite System (GNSS)
Perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat orang berlomba menciptakan inovasi baru, termasuk dalam penentuan posisi. Penentuan posisi bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi Global Navigation Satelite System (GNSS). GNSS merupakan teknologi yang digunakan untuk menentukan posisi atau lokasi di Permukaan bumi. Satelit akan mentransmisikan sinyal dengan frekuensi tertentu yang berisi data waktu dan posisi yang dapat diambil oleh penerima yang memungkinkan pengguna untuk mengetahui lokasi tepat mereka dimanapun di permukaan bumi. Salah satu teknologi GNSS yang kini banyak dipakai adalah GPS (Global Positioning System) milik Amerika Serikat. GNSS lain kini bermunculan seperti GLONASS milik Rusia, Galileo milik Uni Eropa, dan BeiDou milik China. Kini sudah banyak alat penerima atau receiver, yang dapat menangkap sinyal dari berbagai merek GNSS tersebut.
Pada awalnya, GNSS digunakan untuk kepentingan militer, tepatnya digunakan oleh Amerika Serikat dengan GPS-nya. Namun perkembangan pemanfaatan teknologi GNSS ini berkembang sangat pesat, antara lain untuk navigasi, pemantauan pergeseran kerak bumi, survey dan pemetaan, geologi, penentuan kerangka control, hingga sistem pelacak posisi kendaraan. Aplikasi yang mungkin paling umum bagi masyarakat adalah alat bantu navigasi. Bagi orang awam, GPS mungkin adalah alat sebesar telepon genggam yang bisa menjadi pemandu arah dalam perjalanan menggunakan kendaraan.
Berkaitan dengan sistem peringatan kepada nelayan agar tidak melewati batas maritim, GNSS sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk hal tersebut. Sistem yang digunakan cukup sederhana. Alat yang digunakan meliputi GPS modulan (langsung bisa diakses oleh mikrokontroller), mikrokontroller, baterai, dan alarm peringatan (buzzer/ lampu/ speaker). Mikrokontroller berperan sebagai otak sistem yang nantinya akan mengakses data dari GPS modulan.
GPS modulan yang dirancang sedemikian rupa bisa menyediakan data posisi (lintang, bujur, ketinggian), kecepatan, dan lain-lain. Bayangkan jika GPS jenis ini dibawa oleh nelayan yang sedang beroperasi maka posisi nelayan tersebut akan senantiasa tercatat karena sistem ini bisa menentukan posisi  lintang dan bujur. Selain menentukan posisi, sistem ini juga dilengkapi informasi koordinat titik-titik batas maritm antara Indonesia dengan negara tetangga yang sudah ditetapkan.
Posisi lintang dan bujur yang direkam oleh GPS modulan ini dibandingkan oleh mikrokontroller dengan posisi titik batas yang sudah ditetapkan. Dengan demikian, akan dapat ditentukan apakah nelayan tersebut sudah mendekati garis batas maritim. Apabila sudah melewati toleransi jarak yang ditentukan, mikrokontroller akan mengirimkan sinyal ke alarm untuk memberikan peringatan.
Swates (Suwanten Wates)

Sistem ini cukup sederhana dengan harga yang relatif terjangkau. Untuk pembuatan satu sistem peringatan ini, diperkirakan membutuhkan biaya kurang dari dua juta rupiah. Biaya tersebut utamanya untuk membeli alat GNSS. Biaya untuk membeli alat GNSS untuk sistem ini kurang lebih 1 juta rupiah. Sedangkan biaya lain meliputi mikrokontroller 180 ribu rupiah, dan buzzer 20 ribu rupiah. Pembuatan alat bisa melibatkan mahasiswa yang berkecimpung di bidang perbatasan dan penentuan posisi, serta elektronika seperti Teknik Geodesi dan Teknik Elektro. Alat tersebut pernah dibuat oleh 3 mahasiswa UGM yaitu I Made Sapta Hadi, Bagas Lail Ramadhan, dan Imaddudin A Majid, namun belum dibuat massal. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah tidak perlu kawatir tentang siapa yang akan membuat sistem ini. Seperti sebuah misi ganda, apabila pemerintah bersedia untuk mewujudkan sistem ini menjadi masal, tentunya akan sangat membantu mewujudkan keinginan agar nelayan tidak melewati batas maritim. Selain itu pemerintah juga mengembangkan sumber daya manusia dalam negeri untuk melindungi nelayan yang sampai saat ini masih  kebingungan tentang batas maritim sampai dimana.

Sistem ini diharapkan cukup efektif untuk mengurangi nelayan yang melewati batas maritim Indonesia. Sehingga sikap saling menghargai batas maritim antar  negara dapat ditegakkan.

Yogyakarta, 12 Januari 2016
Bondan Galih Dewanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar