Jumat, 08 Januari 2016

Sangihe Somahe Kai Kehage

             Sekelumit cerita akhirnya mengantarkanku untuk sampai ke tempat pengabdian masyarakat di kabupaten yang berbatasan dengan kabupaten paling utara Indonesia, Kabupaten Kepulauan Sangihe. Berawal dari pembentukan tim KKN (Kuliah Kerja Nyata) yang sebenarnya saya terlibat dari awal, di tengah jalan saya harus keluar dari tim dikarenakan ada dorongan amanah di salah satu organisasi kampus. Organisasi kampus tersebut saat itu mengalami keinginan untuk  mengubah sistem yang ada. Namun begitu, singkat kata karena ada suatu kejadian di dalam prosesnya, saya bimbang, dan dikarenakan posisi saya sebagai mahasiswa, akhirnya saya memutuskan untuk tidak melanjutkan pencalonan dan memilih untuk KKN. Hal ini membuat teman-teman di tim KKN Sangihe meminta untuk kembali bergabung dengan tim. Saya masih mempunyai keinginan kuat untuk mengabdi di Sangihe, sehingga saya dengan mudah menyanggupi ajakan teman.



            Waktu yang diberikan adalah 2 bulan, Juli sampai Agustus 2015. Di Kabupaten Kepulauan Sangihe, tim KKN dibagi menjadi 4 kelompok yang ditempatkan di Desa Bebalang, Desa Batunderang, Desa Lapango, dan Desa Laine. Saya ditempatkan di Desa Bebalang bersama Singgih, Yesa, Tania, Nadhya, Etik, dan Fatimah. Tim di Desa Batunderang adalah Ikbal, Mas Harding, Faiz, Asti, Treas, dan Wulan. Tim di Desa Lapango adalah Sultan, Tile, Fadli, Kuni, Sari, dan Pina. Sedangkan yang ada di Desa Laine adalah Fuad, Ayin, Ester, Putri, Umar, dan Ridho. 
Dua minggu pertama terasa berat. Pikiran masih ada di Yogyakarta, sementara raga ada di Sangihe. Sejujurnya saya cukup berat untuk meninggalkan Yogyakarta saat itu. Hal yang menyebabkan saya merasa berat adalah periode KKN harus melewati Hari Raya Idul Fitri, itu artinya saya untuk pertama kalinya merayakan hari besar keagamaan tanpa keluarga. Apalagi berada di tempat yang didominasi oleh masyarakat nasrani, menjadi pengalaman pertama pula tentunya. Bayang-bayang yang ada di pikiran adalah masyarakat tidak begitu antusias dalam perayaan. Namun itu salah besar, masyarakat sangat menghargai perbedaan yang ada. Masyarakat nasrani ikut serta dalam berbagai kegiatan yang ada, contohnya makan ketupat kuning bersama dan keliling di berbagai rumah secara bersama.
Semboyan Sangihe adalah  Somahe Kai Kehage. Semboyan yang mengandung arti Semakin besar tantangan yang kita hadapi, semakin gigih kita menghadapi tantangan sambil memohon kekuatan dari Tuhan, pasti akan beroleh hasil yang gilang gemilang. Semangat yang ada pada semboyan tercermin pada masyarakatnya. Pekerjaan utama masyarakat adalah sebagai nelayan, berlayar. Melihat kabupaten Sangihe merupakan kepulauan, maka tak heran masyarakat lebih memilih pekerjaan tersebut. Hal ini justru mengingatkan pada sejarah negeri sebagai negeri maritime dan lagu nenekku seorang pelaut. Pantang menyerah dan gigih merupakan hal utama yang menjadi modal masyarakat kabupaten ini.
Saya merasa cukup beruntung bisa menginjakkan kaki di Sangihe. Dari ujung utara sampai selatan, barat sampai timur, mempunyai keunikan tersendiri. Dari sejarah sebagai lokasi sebagai Negeri Atlantis, negeri yang sudah maju peradabannya dan tenggelam tertelan tsunami, hingga keindahan alam yang sungguh luar biasa. Contohnya Desa Bebalang sebagai surganya snorkeling dan taman laut. Seandainya dikelola dengan baik, masyarakat Indonesia yang ada di tempat lain bahkan masyarakat dunia pasti ingin merasakan menjajal berkunjung ke Kabupaten Kepulauan Sangine. 

Yogyakarta, 8 Januari 2016
Bondan Galih Dewanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar