Minggu, 10 Januari 2016

Pulau Bebalang

            Hari itu mulai petang. Sehari setelah tiba di Kabupaten Kepulauan Sangihe melalui Pelabuhan Tahuna, saya menuju ke lokasi KKN bersama teman-teman yang lain. Lokasi dapat dijangkau melalui jalur darat, kemudian melalui jalur laut. Perjalanan darat dilakukan dari Kota Tahuna hingga Desa Lapango. Beberapa nama daerah yang dilalui antara lain Kecamatan Manganitu, Kecamatan Tamako, dan Kecamatan Manganitu Selatan. Jalan yang dilalui memang tidak seperti jalan-jalan yang biasa saya lalui di Pulau Jawa. Kemungkinan lebar jalan hanya sekitar 5m, itu pun ada beberapa lokasi yang sangat sempit dan dijatuhi longsoran tanah. Kesan pertama adalah daerah ini sepertinya akan membuat saya tidak betah. Namun kesan itu lama-lama hilang oleh pemandangan yang saya lalui ketika melewati jalanan. Jalan tersebut kebanyakan menyusuri pantai, yang secara langsung keindahan alam yang disuguhkan begitu indah.



              Butuh waktu sekitar 4 jam perjalanan darat menggunakan “otto”  untuk mencapai Desa Lapango. Otto adalah salah satu alat transportasi di Kabupaten Kepulauan Sangihe berupa mobil, kalau di Pulau Jawa seperti mobil travel, dengan biaya 40ribu rupiah per orang. Sesampainya di Desa Lapango, kami sudah dijemput oleh beberapa pemuda asli Desa Bebalang, yaitu Bang Dolvi, Bang Aldhy, Bang Luwing, dan Bang Basten. Sambutan yang cukup malu-malu oleh mereka pada pertemuan pertama kali ini. Namun begitu sigapnya mereka menunjukkan sebuah perahu yang harus kami tumpangi untuk menuju Desa Bebalang. Perahu kurang lebih berukuran 3mx 1,5m milik Opla (sebutan untuk Kepala Desa). Degdegan saat pertama kali pula menaiki perahu, mengarungi lautan, dengan 1 jam perjalanan. Gelombang menyambut cukup tinggi, angina menyambut cukup kencang. Alhasil perjalanan laut menggunakan perahu ini membuat basah kuyup badan kami. Di tengah kedinginan karena basah kuyup, melihat lautan yang jernih dan biru, yang menjadi rumah ribuan ikan-ikan indah membuat mata terasa ingin “nyemplung”. Hehe, sambutan pertama yang cukup hangat, baik dari alamnya maupun masyarakatnya.  
            Setibanya di Desa Bebalang, kami di sambut oleh puluhan masyarakat Desa Bebalang yang berdiri menunggu kami di tepi pantai. Seorang pemuda bernama Bang Indra berbisiik kepadaku, “Bang, puluhan pemuda sudah digerakkan untuk menyiapkan pondokan yang akan abang dan teman-teman gunakan selama 2 bulan ke depan. Silakan masuk”. Hmmm, terimakasih pemuda Bebalang yang sudah begitu baik hati untuk menyiapkan sekelompok pemuda yang tiba-tiba datang di Desa Bebalang.
            Beberapa saat kemudian, setelah menata tempat tinggal, kami berbincang dengan masyarakat di muka pondokan. Jumlahnya tidak kurang dari sepuluh. Sesuatu yang tidak saya sangka sama sekali. Berkenalan dengan beberapa orang seperti Bang Oldhi, Bang Indra, Bang Ruston, Bang Fritz, Bang Febri, Bang Ance, Bang Fandri, dll. Tak menyangka bahwa sudah disiapkan sebuah acara sambutan bagi kami, sebagai salam selamat datang. Acara itu dilaksanakan sekitar pukul 19.00 WITA, berupa makan-makan, doa-doa bagi kami, serta nyanyian sambutan.
            Belum selesai. Sekitar pukul 22.00 WITA, kami diajak berbincang di rumah pemuda bernama Bang Ruston yang terletak persis di samping rumah. Malam itu Bang Febri telah mencari buruan berupa ayam untuk dimasak dan dinikmati bersama-sama. Waktu itu yang meng-iya-kan hanya saya dan Yesa, sedangkan teman-teman yang lain sudah kecapekan karena perjalanan panjang yang ditempuh. “Menikmati malam pertama di Pulau Bebalang tidak lengkap tanpa makan rica ayam yang ‘mahagang’”, kata Bang Febri. Mahagang adalah Bahasa Sangihe yang berarti pedas. Rasa rica ayam yang dihidangkan memang pedas sekali, namun nikmat. Yesa juga menemukan kembarannya di Pulau Bebalang bernama Bang Oldhi. Hehe.

        Pulau ini indah Tuhan. Sambutan yang begitu luar biasa. Masyarakatnya begitu antusias menyambut, deburan angin dan ombak, serta terbenamnya matahari yang tersenyum menyambut. Kesan pertama begitu menyentuh hati. Tolong jaga dari tangan-tangan jahil yang sengaja ingin merusak, dari niat jahat yang hanya berpikir untuk keuntungan semata ya Tuhan.

Yogyakarta, 10 Januari 2016
Bondan Galih Dewanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar